Sistem
Periodik Unsur (SPU) disusun memiliki makna untuk memudahkan mempelajari atau
mengetahui sifat-sifat (karakteristik) secara umum dari sebuah unsur. Dengan
mengetahui letaknya di SPU kita mengetahui sifat dan dengan mudah meramalkan
bagaimana reaksi kimia bahkan energy ionisasi dari sebuah unsur secara kasar.
Untuk mengetahui tepat letak dari sebuah unsur, kita harus mengetahui dimana golongan
dan periode dari sebuah unsur.
Golongan
merupakan pengelompokan unsur berdasarkan electron valensi dalam konfigurasi.
Hal ini ditandai dengan kolom vertical dari atas ke bawah yang diberikan nama
dengan angka romawi (I – VIII) yang kemudian diikuti dengan grup A (utama)
ataupun B (transisi), inilah aturan yang diadopsi dari Amerika dan kebanyakan
dipakai di Indonesia. Sedangkan dari Eropa digunakan angka dari kiri ke kanan
semakin besar yaitu golongan 1 s.d. 18. Selain persamaan electron valensi,
ternyata unsur-unsur dalam satu golongan juga memiliki persamaan sifat fisika
dan kimia. Hal ini akan dibahas dalam bab tersendiri.
Periode
adalah kolom horizontal atau (mendatar) dari kiri ke kanan yang menandai
persamaan jumlah kulit . Dan dari kiri ke kanan memiliki kecenderungan kenaikan
nomor atom.
A. Penentuan Golongan dan Periode
Unsur Golongan Utama (Golongan A)
Penentuan golongan pada
unsur-unsur A lebih mudah dari pada unsur golongan B. Penentuannya dapat
dilakukan dengan konfigurasi Lewis (sederhana) ataupun dengan konfigurasi Auf
Baw.
1.
Dengan
Aturan Lewis
Dengan aturan ini,
golongan langsung dapat ditentukan dengan melihat electron valensi dan
menambahkan “A” dibelakang.
Misalkan : 11Na
= 2, 8, 1.
Elektron valensi untuk Na adalah 1 dan golonganya adalah I A, mudah
bukan?
Sedangkan untuk periode tinggal di lihat saja berapa jumlah kulit yang
dimiliki oleh Na
Dari konfigurasi 11Na
=
Kulit 1
|
Kulit 2
|
Kulit 3
|
2
|
8
|
1
|
Karena Na memiliki jumlah kulit sebanyak 3 kulit, maka bisa dipastikan Na berada dalam periode 3.
Maka Na dalam tabel SPU
terletak dalam Golongan I A dan periode 3.
Contoh lain :
Dari konfigurasi 17Cl
= 2, 8, 7. Elektron valensi Cl adalah 7, maka golongan Cl adalah VII A
Sedangkan jumlah kulit
Cl ada sebanyak 3 kulit, maka Cl terletak dalam periode 3.
Ctt. : aturan Lewis
memiliki keterbatasan. Aturan ini hanya berlaku untuk golongan A saja, sedangkan
untuk golongan transisi atau deret Lantanida dan Actinida sangatlah tidak
representative. Maka untuk tingkat lanjut, diharapkan memakai aturan Aufbaw.
2.
Dengan
Prinsip AufBaw
Masih ingatkah anda dengan
konfigurasi Auf Baw? Tentu masih ingat, karena dalam bab sebelumnya kita telah
membahas masalah ini secara mendalam. Prinsig Aufbaw ini memiliki keunggulan
dari metode Lewis untuk menetukan golongan dan periode dalam SPU. Karena system
Aufbaw mampu menjangkau semua golongan dan periode bahkan termasuk deret
Lantanida dan Aktinida. Jadi sangat disarankan menggunakan prinsip ini dalam
konfigurasi. Seperti dalam bab sebelumnya dimana sudah disampaikan bagaimana
detail konfigurasi dengan system Aufbaw ini dijalankan.
a.
Jika
konfigurasi berakhir di sub kulit s atau p maka
unsur tersebut masuk dalam golongan A, dan
jumlah electron terakhir menyatakan nomor golongan.
Contoh
1: kita punya 20Ca :
Konfigurasinya adalah sebagai berikut :
No.Kulit
|
Sub
Kulit
|
Jumlah
Elektron per kulit
|
|||
1
|
1s2
|
2
|
|||
2
|
2s2
|
2p6
|
8
|
||
3
|
3s2
|
3p6
|
8
|
||
4
|
4s2
|
2
|
Atau bisa juga dengan teknik mendatar 1s2, 2s2, 2p6,
3s2, 3p6, 4s2
Konfigurasi
elektron berakhir di 4s (sub kulit s) maka dapat dipastikan bahwa unsur Ca
adalah golongan A, kemudian golongan berapa A? bisa dilihat pada jumlah
electron pada kulit terkahir. Ca jumlah elekron terakhir adalah 2, maka Ca adalah golongan II A. mudah kan?
Sedangkan
untuk periode, sama penentuanya dengan teknis Lewis, yaitu jumlah kulit. Maka Ca berada pada periode 4.
Contoh
2 : Misalkan kita punya 33As, tentukan golongan dan periodenya!
Konfigurasinya adalah sebagai berikut :
No.Kulit
|
Sub
Kulit
|
Jumlah
Elektron per kulit
|
|||
1
|
1s2
|
2
|
|||
2
|
2s2
|
2p6
|
8
|
||
3
|
3s2
|
3p6
|
3d10
|
18
|
|
4
|
4s2
|
4p3
|
5
|
Atau bisa juga dengan teknik mendatar 1s2, 2s2, 2p6,
3s2, 3p6, 4s2, 3d10, 4p3
Konfigurasi
elektron berakhir di 4p (sub kulit p) maka dapat dipastikan bahwa unsur As
adalah golongan A, kemudian golongan berapa A? bisa dilihat pada jumlah
electron pada kulit terkahir. As jumlah elekron terakhir adalah 5, maka Ca adalah golongan V A dan periode 4.
Jika sebuah unsur berakhir di sub kulit S atau P,
maka dapat diformulasikan :
Golongan = (∑e kulit terakhir) A
b.
Jika
konfigurasi berakhir di sub kulit d maka unsur
tersebut masuk dalam golongan B, dan jumlah
electron pada sub kulit ns dan (n-1)d
adalah nomor golongan.
Contoh
1: kita punya 22Ti :
Konfigurasinya adalah sebagai berikut :
No.Kulit
|
Sub
Kulit
|
Jumlah
Elektron per kulit
|
|||
1
|
1s2
|
2
|
|||
2
|
2s2
|
2p6
|
8
|
||
3
|
3s2
|
3p6
|
3d2
|
10
|
|
4
|
4s2
|
2
|
Atau bisa juga dengan teknik mendatar 1s2,
2s2, 2p6, 3s2, 3p6, 4s2,3d2
Konfigurasi
Ti berakhir pada sub kulit 3d (sub kulit d) maka Ti masuk dalam golongan B. Penentuan nomor golongan
adalah jumlah dari dua sub kulit terakhir yaitu jumlah electron pada 4s + 3d,
maka jumlahnya adalah 4, sehingga Ti masuk dalam golongan IV B. Mudah bukan?
Untuk
periode sama, yaitu jumlah kulitnya sebanyak 4, maka Ti masuk dalam periode 4.
Contoh
2: kita punya 43Tc :
Konfigurasinya adalah sebagai berikut :
No.Kulit
|
Sub
Kulit
|
Jumlah
Elektron per kulit
|
|||
1
|
1s2
|
2
|
|||
2
|
2s2
|
2p6
|
8
|
||
3
|
3s2
|
3p6
|
3d10
|
18
|
|
4
|
4s2
|
4p6
|
4d5
|
13
|
|
5
|
5s2
|
2
|
Atau bisa juga dengan teknik mendatar 1s2,
2s2, 2p6, 3s2, 3p6, 4s2, 3d10, 4p6,
5s2, 4d5
Konfigurasi Tc berakhir
pada sub kulit 4d (sub kulit d) maka Tc masuk dalam golongan B. Penentuan nomor golongan adalah jumlah dari dua sub
kulit terakhir yaitu jumlah electron pada 5s + 4d, maka jumlahnya adalah 7,
sehingga Tc masuk dalam golongan VII B.
Untuk periode sama, yaitu
jumlah kulitnya sebanyak 5, maka Ti masuk dalam periode 5.
Jika sebuah unsur berakhir di sub kulit d, maka
dapat diformulasikan :
Golongan = (∑elektron 2 sub kulit terakhir) B
Atau
Golongan = (electron nS + electron (n-1) d) B
Dimana : n = kulit terakhir.
c.
Jika
konfigurasi berakhir di sub kulit f maka unsur
tersebut masuk dalam golongan IIIB secara
otomatis , dan masuk dalam deret Lantanida (jika
konfigurasi berhenti di 4f) atau deret Actinida (jika konfigurasi berhenti di 5f)
(1)
Deret
Lantanida
Contoh
: kita punya 59Pr :
Konfigurasinya adalah sebagai berikut :
No.Kulit
|
Sub
Kulit
|
Jumlah
Elektron per kulit
|
|||
1
|
1s2
|
2
|
|||
2
|
2s2
|
2p6
|
8
|
||
3
|
3s2
|
3p6
|
3d10
|
18
|
|
4
|
4s2
|
4p6
|
4d10
|
4f3
|
21
|
5
|
5s2
|
5p6
|
8
|
||
6
|
6s2
|
2
|
Atau bisa juga dengan teknik mendatar 1s2,2s2,2p6,3s2,3p6,4s2,3d10,4p6,5s2,4d10,5p6,6s2,4f3
Karena
Pr berakhir di sub kulit 4f maka dia masuk golongan III B dan pada deret Lantanida. Untuk periode cara
penentuannya sama, yaitu jumlah kulit, maka Pr masuk dalam periode 6.
Catatan
: ada beberapa pengecualian dalam deret Lantanida, seperti yang telah dibahas
dalam bab sebelumnya, yaitu pada atom Gd. Pada konfigurasi ini, terjadi
perpindahan electron dari orbital 4f ke 5d dikarenakan adanya tumpang tindih
orbital yang sangat berdekatan (berdasarkan percobaan yang dilakukan C,.E.
Moore, NSRDS-NBS 34, National Bureu of Standars, Washington DC 1970).
(2)
Deret
Actinida
Contoh
: kita punya 90Th :
Konfigurasinya adalah sebagai berikut :
No.Kulit
|
Sub
Kulit
|
Jumlah
Elektron per kulit
|
|||
1
|
1s2
|
2
|
|||
2
|
2s2
|
2p6
|
8
|
||
3
|
3s2
|
3p6
|
3d10
|
18
|
|
4
|
4s2
|
4p6
|
4d10
|
4f14
|
21
|
5
|
5s2
|
5p6
|
5d10
|
5f2
|
8
|
6
|
6s2
|
6p6
|
2
|
||
7
|
7s2
|
Atau bisa juga dengan teknik mendatar 1s2,2s2,2p6,3s2,3p6,4s2,3d10,4p6,5s2,4d10,5p6,6s2,4f14,5d10,6p6,7s2,5f2
Karena
Th berakhir di sub kulit 5f maka dia masuk golongan III B dan pada deret Aktanida. Untuk periode cara
penentuannya sama, yaitu jumlah kulit, maka Th masuk dalam periode 7.
Catatan
: ada beberapa pengecualian dalam deret Lantanida, seperti yang telah dibahas
dalam bab sebelumnya, yaitu pada atom U, Pa, Np dan Cm. Pada konfigurasi ini,
terjadi perpindahan electron dari orbital 5f ke 6d dikarenakan adanya tumpang
tindih orbital yang sangat berdekatan (berdasarkan percobaan yang dilakukan
C,.E. Moore, NSRDS-NBS 34, National Bureu of Standars, Washington DC 1970).
Sumber Pustaka :
Elida, Tetti S, Ir., et.all. 1994. Pengantar Kimia: Kimia Dasar Material.
Gunadharma : Jakarta.
Keenan, Kleinefelter dan Wood. 1984.
Terjemahan oleh A Hadyana Pudjaatmaka : Kimia
Untuk Universitas. Erlangga : Jakarta.
Setyawati, Arifatun A. 2009. BSE Kimia SMA Kelas X : Mengkaji Fenomena
Alam. Pusat Perbukuan Kemendiknas : Jakarta.
Takeuchi, Yoshihito, Prof. 2006.
Terjemahan oleh Ismunandar : Pengantar
Kimia Dasar. Copyright Iwanami Publising Company : Jepang, Buku Teks Online
dengan bebas Pemakaian.
0 komentar:
Posting Komentar